Sabtu, 23 Februari 2013

BUDAYA PROVOKASI PERLU DI HILANGKAN


Teringat Sebuah lagu yg sangat mendalam pesannya:
"Hati-hati Hati-hati provakasi... Hati-hati Hati-hati provakasi
Untuk menhindari informasi yg salah, perlu mempelajari dan mengkaji dulu infonya"  Waspadalah :)


"Yang Lebih parah lagi kita mendapatkan informasi yang salah lalu menceritakan informasi yang salah tersebut ke orang lain "

Provokasi  adalah suatu bentuk kegiatan atau tindakan untuk mengenalkan, mempengaruhi, memasukkan suatu ide atau gagasan baik yang sudah ada maupun sengaja diciptakan dengan cara membelokkan (boikot), menyesatkan, kampanye berbisik (Kamsik), memperbesar (hiperbola), mengulang-ulang (pleonasme), penyusupan (spionase) dengan tujuan untuk merong-rong kewibawaan pemerintah dan tatanan hidup masyarakat.  Tindakan provokasi dilakukan oleh individu, kelompok tertentu bahkan sampai ke media informasi yang tidak bertanggungjawab, instansi (kaum provokator) kepada individu, kelompok/instansi lain terutama pada masyarakat yang dalam keadaan lengah dan instan. 


Provokator adalah orang yang menggerakkan aksi atau gerakan atau tindakan yang menjurus pada kekacauan atau ketidaktertiban, ketidakamanan dan kenyamanan, namun bukan berarti setiap kejadian dan kerusakan adalah ulah provokator, tetapi terkadang dari masyarakat itu sendiri yang kecenderungan dalam keadaan instan.

Provokator sengaja mengenalkan ide atau gagasan di masyarakat secara sembunyi atau terang-terangan dengan harapan bahwa masyarakat menerimanya sehingga timbul sentiment  simpati terhadap ide atau gagasan tersebut, selanjutnya memunculkan sentiment empati dimasyarakat, dengan kata lain merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap ide atau gagasan yang sudah dimiliki.  Interaksi sosial di masyarakat akan saling berkaitan erat dengan pola tingkah laku sebagai akibat sentiment awal yaitu simpati, adalah suatu proses dimana seseorang merasa tertarik terhadap ide/gagasan pihak lain, sehingga mampu merasakan apa yang dialami, dilakukan dan kehendaki oleh ide/gagasan orang lain. Simpati akan berlangsung apabila terdapat pengertian dan tujuan yang sama pada kedua belah pihak. Simpati lebih banyak terlihat dalam hubungan persahabatan, hubungan bertetangga atau hubungan pekerjaan.  Individu, kelompok, instansi merasa simpati kepada orang lain karena adanya sikap, penampilan, wibawa atau perbuatannya, ketertarikan inilah yang menimbulkan sama rasa.  Misalnya, ikut merasa senang, marah atau benci merupakan wujud rasa simpati dan sering mengarah ke perasaan organisme tubuh yang sangat dalam berupa empati dalam bentuk upaya, perbuatan dan kegiatan (UPK).  Ide/gagasan tersebut menjadi bagian hidup masyarakat yang sudah terlanjur melekat sentiment untuk mempertahankan dari berbagai macam AGHT, dari sinilah titik awal timbul adanya upaya untuk mengajak orang lain untuk bertindak radikal (provokasi).

Tahap berikutnya timbullah rasa jengkel, tindakan menghujat, benci dan empati berlebihan  di masyarakat,  selanjutnya kaum provokator memboikot, spionase dan mengambil alih (adu domba) pandangan masyarakat, seterusnya tinggal menunggu bom waktu untuk bergerak kehal-hal yang bersifat kriminal dan terprovokasi. Salah satu pengembangannya berupa unjuk rasa, masalah sepele (kecil) diperbesar, saling menghujat, adu domba antar etnis, perampokan, kebebasan berpendapat dan berkreasi yang rawan timbul provokasi.

Pada kasus kejadian film “Innacence uf muslim” dalam waktu sekejab sudah sampai di hampir seluruh belahan bumi, dimana-mana timbul perpecahan antar silang pendapat, yang perlu kita hilangkan adalah budaya memprovokasi  dengan komentar serius termasuk mengkritik sepedas-pedasnya. Hindarkan dari tindakan menghasut dan menyulut perlawanan orang-orang  yang  merasa  punya anggapan  terjajah, hilangkan  budaya  punya  nyali untuk memberontak dan merebut kemerdekaan orang lain serta budayakan sebagai manusia yang berakal budi, bermartabat tinggi dan berkehendak bebas namun terbatas.

Akibat Provokasi.
Pada kenyataan bahwa masyarakat kita paling mudah lengah dan instan untuk dipengaruhi dan tidak menyadari akan hal yang bersifat negatif dan merugikan diri sendiri, sehingga sering menimbulkan kepanikan.  Dalam kondisi panik, hanya karena kabar burung yang menyebar melalui omongan, kejadian atau berupa tuduhan tanpa bukti yang menyesatkan, bisa mengakibatkan adanya kerusuhan antar lembaga, etnis, budaya dan tatanan kehidupan masyarakat.  Diperkeruh lagi oleh kaum provokator untuk memprovokasi masyarakat dan lembaga yang dianggap strategis untuk menyesatkan masyarakat sehingga timbul demo-demo anarkhis, kerusuhan dan perang antar saudara dsb.
Pada kejadian sekarang film kontroversial “Innocence of Muslim” yang dianggap tidak sesuai dengan norma bangsa kita karena mendiskreditkan agama tertentu, akibatnya sejumlah masyarakat menolak film tersebut marah (empati). Bahkan kejadiannya bukan dimasyarakat kita tetapi  di beberapa negara pun melakukan unjuk rasa, memprotes keras film tersebut.Akibat sebuah provokasi yang disebarkan lewat sebuah film berjudul 'Innocence of Muslim',diberitakan al-Jazeera terjadi pengeboman, sebanyak 12 orang tewas dalam insiden tersebut, 8 di antaranya adalah warga asing yang bekerja pada sebuah perusahaan pengangkut internasional. Korban tewas karena protes yang sama dilaporkan terjadi di luar kedutaan AS di Khartoum, Sudan  3 (tiga) pengunjuk rasa tewas.
Akibat yang lebih mendalam pada masyarakat kita akan menembus pada pembakaran emosi sampai pembakaran semangat yang berkobar-kobar dengan tujuan balas dendam. Pada akhirnya kejadian yang sekarang dialami oleh masyarakat dunia adalah korban yang berjatuhan antar etnis, budaya dan memecah kebersamaan antar umat, sementara sumber provokasi kongkow.

Cara Mengatasi Budaya Provokasi.
            Jalan satu-satunya untuk mencegah terjadinya provokasi adalah hilangkan budaya provokasi, namun hal ini tidak akan mudah dilaksanakan dimasyarakat yang kompleks dan instan ini. Masyarakatmempunyai 4 (empat) dimensi yang perlu dikembangkan dan diseimbangkan agar menjadi masyarakat pluralisme yang efektif, yaitu: fisik, mental, emosi sosial, dan spriitual.
Dimensi Fisik sebagai gambaran adalah orang yang mempunyai  kecerdasan fisik, mereka sehat, kuat, dan mengembangkan metode efektif untuk menuntaskan pekerjaan secara cepat, bermutu dan aman, penggunaan fisik yang serasi dengan budi luhur jati diri bangsa yang mempunyai peradaban, bukan merusak atau mempelopori yang lain untuk berbuat diluar norma, sangat cekatan dan hasil pekerjaan yang bagus dan sangat piawai dalam hal-hal kebaikan.
Dimensi mental (mind) adalah kecerdasan mental daya fikir seseorang yang dapat menembus segala macam rasio pemikiran dan pandai memadukan logika dalam bertindak atau tingkah laku secara nyata bukan dalam relatifitas.
Dimensi emosi sosial merupakan tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan yang lebih mengutamakan perasaan cerdas secara emosi, sanggup dan sabar dalam  proses penyelesaian sesuatu, kalau gagal tidak marah-marah dan yang terpenting adalah menyelesaikan masalah dengan mencari penyebabnya bukan akibatnya. Dimensi spiritual merupakan hak hakiki setiap manusia,  alasannya materi spiritualitas  dianggap berhubungan dengan urusan ibadah, bicara tentang apa yang benar dan apa yang salah, bukan dalam relatifitas, ketiga dimensi diatas perlu diselaraskan dengan dimensi spiritual. Disamping empat dimensi kehidupan di msyarakat diatas maka empat pilar terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945, Negara Kesatuan RI, dan Bhineka Tunggal Ika dilaksanakan sebagai pedoman dalam berbuat, bertindak dan bertingkah laku guna terhindar dari unsur provokasi.  Prinsip bebas aktif harus dilakukan dengan cermat dan terbatas agar tidak menimbulkan efek yang menimbulkan kerugian moral bagi penerima ide atau gagasan yang disebarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar